Tari lawet adalah salah satu tarian
tradisional yang berasal dari Kebumen. B. Sardjoko yang lahir di Klaten,
tanggal 4 Agustus 1949 merupakan pencipta sahnya. Beliau merupakan anak bungsu
dari 5 bersaudara. Ibunya berprofesi sebagai penari topeng, maka tak heran
bakat tersebut menurun padanya. Mereka pernah tinggal di Jl. Cincin Kota, Desa
Karang Sari, Kebumen.
Tari ini tergolong masih muda, B. Sardjoko mulai mencipta pada bulan Februari
1989. Awal mula ide pembuatannya adalah kehendak bupati yang menginkan
pembukaan Jambore Daerah tingkat Jawa Tengah di Widoro Payung berupa tari masal
dari Kebumen. Maka, terciptalah Tari Lawet yang ditarikan kurang lebih 200
orang penari.
Untuk mencari inspirasi, beliau melakukan
survey ke Karang Bolong. Beliau mengamati air samudra, orang yang sedang
memanjat tebing, gerak lincah burung lawet yang sedang terbang.
Amin Soedibyo yang menjabat bupati kala
itu, menetapkan tari lawet wajib menjadi mulok (muatan lokal) bagi pelajar SD.
Namun, pada tahun 2000 tersebut dihapus.
Tari ini pertama kali ditampilkan pada saat pembukaan Jambore di Widoro pada tanggal 31 Agustus 1989. Pernah juga ditampilkan di lapangan pemandian air panas Krakal, Alian, kemudian di alun-alun Kebumen pada tahun 1994, selain itu juga di Stadion Candradimuka, tak hanya itu pernah juga di Semarang, selain itu di TMII sebagai pengisi anjungan Jawa Tengah, dan pernah juga dilombakan di alun-alun Kebumen pada tahun 1990, yang diikuti beberapa regu yang masing-masing regunya terdiri dari 5 penari.
Tari ini pertama kali ditampilkan pada saat pembukaan Jambore di Widoro pada tanggal 31 Agustus 1989. Pernah juga ditampilkan di lapangan pemandian air panas Krakal, Alian, kemudian di alun-alun Kebumen pada tahun 1994, selain itu juga di Stadion Candradimuka, tak hanya itu pernah juga di Semarang, selain itu di TMII sebagai pengisi anjungan Jawa Tengah, dan pernah juga dilombakan di alun-alun Kebumen pada tahun 1990, yang diikuti beberapa regu yang masing-masing regunya terdiri dari 5 penari.
Sang maestro tari lawet ini mendapatkan
penghargan sebagai pencipta tari lawet pada tahun 1996.
Lawet termasuk burung kebanggaan
Kebumen yang dapat menghasilkan sarang burung berharga sangat tinggi. Oleh
karena itu, banyak warga setempat yang menggantungkan hidupnya untuk mengunduh
sarangnya. dengan bertaruh nyawa untuk mengunduh lawet.
Gaya tari lawet lincah dan ceria, hal itu
sesuai dengan gerakan terbang lawet yang luwes dipandang. Di dalam tari lawet
terkandung makna yang cukup dalam, yaitu menggambarkan kehidupan burung yang
berusaha hidup untuk mencari makan sehari-hari.
Tari lawet memiliki gerakan inti. Gerakan-gerakan tersebut antara lain:
Tari lawet memiliki gerakan inti. Gerakan-gerakan tersebut antara lain:
1. Didis
2. Kepetan
3. Lenggut
4. Lincah nyucuk
5. Loncat egot
6. Ngulet/angklingan
7. Ukel nyutuk
Bapak Sardjoko merancang kostum tarinya
sendiri. Berikut adalah kostum lengkap tari lawet:
1. Jamang dan Garuda Mungkur, berbentuk burung
lawet yang berwarna kuning emas.
2. Baju, berwarna hitam dibagian depan dan
berseret putih.
3. Celana, berwarna hitam
4. Sayap, berwarna hitam bergambar bulu.
5. Kalung Kace, berwarna dasar merah yang dihiasi
dengan warna kuning emas.
6. Stagen/benting/sabuk, berwarna merah.
7. Slepe, berwarna dasar merah yang dihiasai
dengan warna kuning emas.
8. Ancal, berwarna dasar merah yang dihiasi warna
kuning emas.
9. Rampek, berwarna biru yang menggambarkan
pancaran air laut.
10. Sonder,
berwarna putih bergaris tepi biru dan bergambar lekukan bagaikan gelombang air
laut.
11. Ringgel/gelang
kaki, berwarna kuning emas.
Setelah membahas aksesoris tarian ini, kita
akan bahas tentang musik iringan tarinya. Mustik yang mengiringinya disebut
"Lawet Aneba" (Laras Pelog Patet Barang)
Berikut adalah syair yang terdapat dalam alunan nada tersebut:
"bambang wetan pratandha wis gagat enjang. Sesamberana rebut marga mbarubut saking gua Karang bolong peksi lawet ireng menges wulune cukat trengginas katon gembira aneg luhuring samudra gung ngupa boga tumekaning surya anda lidir pra lawet bali maring gua".
Syair indah tersebut
menceritakan tentang burung lawet pada waktu bangun tidur, lalu keluar gua
untuk mencari makan. Bapak Sardjoko mengharapkan agar tari lawet dapat
berkembang pesat di Kebumen dan banyak disukai masyarakat, terutama anak putri.
Berikut adalah syair yang terdapat dalam alunan nada tersebut:
"bambang wetan pratandha wis gagat enjang. Sesamberana rebut marga mbarubut saking gua Karang bolong peksi lawet ireng menges wulune cukat trengginas katon gembira aneg luhuring samudra gung ngupa boga tumekaning surya anda lidir pra lawet bali maring gua".
kok nggak lengkap sih nggak ada jenis,tujuan, dan fungsi pementasannya
BalasHapus