Senin, 07 Juli 2014

Pandangan Paku Buwana IV “Sikap Anak terhadap Orang Tua” dalam Serat Wulang Sunu

Paku Buwana IV atau yang dijuluki sebagai Sunan Bagus merupakan raja ketiga Kasunanan Surakarta yang memerintah pada tahun 1788-1820. Julukan Sunan Bagus diberikan terhadap Panu Buwono IV disebabkan karena pada saat Beliau diangkat menjadi raja, Beliau masih dalam usia muda dan berwajah sangat tampan. Nama aslinya adalah Raden Mas Subadya, putra dari Paku Buwana III yang lahir dari permaisuri keturunan Demak yaitu Gusti Ratu Kencana. Paku Buwana IV merupakan raja Surakarta yang berani dan penuh dengan cita-cita mulia. Beliau merupakan pemeluk Islam yang taat. Bahkan dalam pemerintahannya pun Paku Buwana IV banyak mengangkat para ulama.
Dalam bidang sastra, Paku Buwono IV banyak sekali menulis karya sastra. Hasil karyanya antara lain Serat Wulangreh, Serat Wulang Sunu, Serat Wulang Putri, Serat Wulang Tata Krama, Donga Kabulla Mataram, Cipta Waskitha, Panji Sekar, Panji Raras, Panji Dhadhap, Serat Sasana Prabu, dan Serat Polah Muna-Muni.
Salah satu karya sastra yang ditulisnya yaitu Serat Wulang Sunu. Karya sastra ini berupa tembang macapat yang terdiri dari dua pupuh, dalam pupuh pertama terdapat 12 bait, sedangkan pupuh kedua terdiri dari 21 bait. Serat Wulang Sunu ditulis pada tahun 1788-1820 di Keraton Surakarta. Dalam Serat Wulang Sunu ini, dijelaskan bahwa bagaimana seharusnya perilaku anak terhadap orang tuanya,  seperti yang tertulis pada pupuh pertama serat ini. Pada pupuh petama Serat Wulang Sunu ini, dijelaskan bahwa pandangan Paku Buwana IV terhadap kehidupan antara anak dan orang tuanya haruslah harmonis, sebagai anak haruslah berbakti terhadap orang tuanya. Siapa yang tidak berbakti akan mendapatkan petaka dan mendapatkan murka Tuhan, hingga ketika meninggal nanti masuk ke dalam neraka. Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang menjunjung tinggi unggah-unguh dan etika dalam pelaksanaan kehidupannya. Terlebih unggah-ungguh dan etika anak kepada orang tua. Orang tua merupakan perantara hidup manusia hingga dapat hidup di dunia. Untuk itu, tidaklah sepantasnya kalau jasa orang tua yang telah merawat dari kecil dilupakan begitu saja. Tanpa pamrih, orang tua merawat dan mendidik anaknya dengan penuh kesabaran. Terlebih perjuangan seorang ibu yang sangatlah besar, bahkan sampai nyawa pun ia pertaruhkan untuk melahirkan anak tercintanya. Sembilan bulan bukan waktu yang singkat sampai tiba saatnya ibu melahirkan, setelah itu ibu menyusui, dan mengajarkan banyak hal yang belum diketahui anaknya. Hal itu dilakukannya dengan penuh harapan agar kelak anak tersebut dapat menjadi anak yang berguna, namun tidak melupakan orang tuanya dan selalu berbakti kepadanya. Jelaslah bahwa ini adalah pitutur yang sangat luhur nilainya, dimana anak haruslah berbakti kepada orang tuanya dan tidak boleh berlaku sewenang-wenang terhadap orang tuanya. Karena dengan perilaku demikian anak akan mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang tidak hanya diperoleh di dunia, namun juga kebahagiaan yang akan diperoleh di akhirat. Karena ridha orang tua merupakan ridha Tuhan yang nyata.
Begitu banyak pitutur luhur yang terkandung dalam Serat Wulang Sunu ini, diajarkan pula bagaimana kita bersikap terhadap sesama. Ajaran dimana jika kita menginginkan sesuatu, janganlah terburu-buru untuk mengambilnya. Pikirkanlah semuanya dengan cermat dan teliti. Jaga diri dengan sebaik-baik bersikap terhadap orang lain. Jika diberi kuasa tidak akan berlaku sombong, bersikaplah baik budi pekertinya. Seperti itulah perilaku yang utama yang di ajarkan oleh Paku Buwono IV dalam tulisannya
Adanya Serat Wulang Sunu ini sangatlah berguna, sebab di dalam Serat Wulang Sunu terkandung pitutur luhur yang patut untuk dijadikan pegangan bagi keberlangsungan kehidupan bermasyarakat khususnya tentang ajaran bagaimana bersikap terhadap orang tua dan terhadap sesama. Saat ini, bukan menjadi hal yang tabu lagi bahwasannya banyak anak yang tidak lagi menghormati orang tuanya. Unggah-ungguh dan etika tidak lagi menjadi perhatian utama dan pedoman untuk bersikap bagi mereka. Hal ini disebabkan banyak pengaruh dari luar yang membuat mereka merasa hidup dalam aturan, dikekang, dan tidak mendapatkan kebebasan. Hingga akhirnya mereka memberontak, bahkan tidak segan ada yang berlaku kasar terhadap orang tuanya demi sesuatu yang diinginkannya.

Perbedaan yang sangat kontras antara sikap anak terhadap orang tuanya saat ini dibandingkan dahulu jelas terlihat di sini. Sikap berbakti terhadap orang tua yang dahulunya masih sangat dijunjung erat kini tidak lagi dilakukan. Walaupun tidak kesemuanya berlaku seperti itu, namun ini menjadi suatu keprihatinan tersendiri karena bukan hal yang mustahil jika bisa saja esok akan lebih memprihatinkan dari pada saat ini.
#TA Ilmu Budaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar