IMPLIKATUR PERCAKAPAN
DIDASARKAN PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA
PADA PERCAKAPAN PENGHUNI KOST APRODHITE
Disusun
untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pragmatik
Dosen
Pengampu: Ermi Dyah
Kurnia, S.S., M. Hum.
Oleh:
Tri Nurjanah
2601411131
Rombel 05
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Menurut
Levinson (1983:9) pragmatik adalah kajian tentang deiksis (paling tidak
sebagian), implikatur, praanggapan (presupposition),
tindak tutur, dan aspek-aspek tutur wacana. Topic implikatur percakapan itu
telah mengilhami Grice (1975) untuk menyusun sebuah teori. Teori tentang topik
itu dinamakan teori implikatur percakapan dan dikemukakan Grice (1975:41-58) di
dalam artikelnya yang berjudul Logic and
Conversation.
Pada
masa dewasa awal (dalam makalah ini subjek ada pada penghuni Kost Aprodhite) perbendaharaan
kata terus meningkat, gaya bahasa seseorang mengalami perubahan, dan seseorang
semakin lancar dan fasih dalam berkomunikasi dengan bahasa. Ketrampilan dan
performansi bahasa terus berkembang ke arah tercapainya kompetensi berbahasa
secara lengkap sebagai kompetensi komunikasi.
Perbandaharaan
kata yang semakin kaya menyebabkan semakin pandainya seseorang mengolah
kata-kata untuk berkomunikasi. Kalimat-kalimat yang disampaikan terkadang
mempunyai makna tersirat, tidak lagi diucapkan secara gamblang. Dalam
berkomunikasi tersebut ada aktivitas berpikir untuk mengatakan sesuatu. Bahasa
merupakan alat untuk berpikir dan mengekspresikan hasil dari pemikiran
tersebut. Jadi berpikir dan berbahasa merupakan dua aktivitas yang saling
melengkapi dan terjadi dalam waktu yang relatif bersamaan. Faktor lain yang
memegang peranan penting adalah faktor kognisi. Kemampuan kognisi mempengaruhi
kemampuan berbahasa seseorang. Walaupun pada dasarnya individu dapat belajar
bahasa, namun individu yang nalarnya tinggi, tingkat pencapaian bahasanya
cenderung lebih cepat, lebih banyak, lebih bervariasi khasanah bahasanya
daripada individu yang kemampuan berpikirnya rendah.
Semakin
bertambahnya pengetahuan dan perbendaharaan kata membuat seorang individu dapat
melanggar prinsip-prinsip percakapan. Ketika seseorang mengucapkan suatu
tuturan, hal yang dituturkan tidak selalu dalam arti yang sama. Arti tuturan
bisa tersirat, atau yang dimaksudkan oleh penutur berbeda dengan apa yang
sebenarnya dikatakan.
Fenomena
tersebut tidak lagi asing di kalangan penghuni Kost Aprodhite. Pemerolehan
bahasa untuk tingkatan usia mereka bisa dikatakan sudah kompleks. Sehingga
mereka bisa lebih mengolah kalimat-kalimat yang akan mereka ucapkan.
1.2
Rumusan
Masalah
Masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
Bagaimana
implikasi pragmatis dalam ilmu pragmatik?
2.
Bagaimana
pelanggaran prinsip kerjasama yang dilakukan oleh penghuni Kost Aprodhite?
1.3
Tujuan
Penelitian
Tujuan
penelitian dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui
implikasi pragmatis dalam ilmu pragmatik.
2. Mengetahui
pelanggaran prinsip kerjasama yang dilakukan oleh penghuni Kost Aprodhite.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Landasan
Teori
1.1.1 Implikatur
Percakapan
Implikatur
merupakan salah satu bagian dalam pragmatic. Berkaitan dengan pengrtian,
berikut beberapa pengertian tentang implikatur yang dikemukakan oleh ahli-ahli
bahasa. Menurut Bron dan Yule (1996: 31) istilah implikatur dipakai untuk
menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh
penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur.
Pendapat itu bertumpu pada suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara
harfiah.
Senada
dengan hal tersebut, Grice menunjukkan bahwa sebuah implikatur merupakan sebuah
preposisi yang diimplikasikan melalui ujaran dari sebuah kalimat dalam suatu
konteks, sekalipun proposisi itu sendiri bukan suatu bagian yang dinyatakan
sebelumnya (Gazdar, 1979: 38).
Grice
dalam Rustono (1999: 82) menyatakan bahwa implikatur percakapan adalah
implikasi pragmatis yang terdapat di dalam percakapan yang timbul akibat
terjadinya pelanggaran prinsip percakapan. Sejalan dengan batasan tentang
implikasi pragmatis, implikatur percakapan itu adalah proposisi atau
“pernyataan” implikatif yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau
dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh
penutur di dalam suatu percakapan.
1.1.2
Prinsip Kerjasama
Di dalam teori
implikaturnya, Grice dalam Rustono (1999: 55-57) mengemukakan dua subteori,
yang pertama mengenai makna komunikasi dan yang kedua menyangkut penggunaan
bahasa. Prinsip kerjasama merupakan pokok subteori tentang penggunaan bahasa.
Subteori tentang penggunaan bahasa itu dimaksudkan sebagai upaya membimbing
para peserta percakapan agar dapat melakukan percakapan secara kooperatif.
Gunarwan
(1994: 52) menulis bahwa di dalam setiap tuturan selalu ada tambahan makna.
Tambahan keterangan yang tidak diujarkan oleh penuturnya itu tertangkap juga
oleh pendengar sebagaimana mitra tuturnya. Makna ekstra atau makna tambahan itu
tidaklah timbul karena penerapan kaidah sintaksis atau kaidah semantic, tetapi
karena penerapan kaidah dan prinsip percakapan. Prinsip tersebut oleh Grice
(1975) dinamakan prinsip kerjasama atau cooperative
principle.
Grice
dalam Rustono (1999: 58) mengemukakan prinsip kerjasama yang berbunyi “Make
your conversational contribution such
as is required, at the stage at wich it occurs, by the accepted purpose or
direction of the talk exchange in wich you are enganged” (buatlah sumbangan
percakapan anda seperti yang diinginkan pada saat berbicara, berdasarkan tujuan
percakapan yang disepakati atau arah percakapan yang sedang anda ikuti).
Selanjutnya, prinsip-prinsip ini dijabarkan ke dalam empat bidal. Keempat bidal
prinsip kerjasama itu adalah bidal kuantitas (maxim of quantity), bidal kualitas (maxim of quality), bidal relevansi (maxim of relevance), dan bidal cara (maxim of manner).
2.2 Pembahasan
2.2.1 Implikatur
Percakapan karena Pelanggaran Prinsip Kerjasama
Bahasa
merupakan suatu alat yang paling utama untuk berkomunikasi antar manusia.
Dengan kata lain, manusia akan sangat bergantung pada suatu bahasa dan
mengingat bahwa manusia adalah mahluk sosial, mahluk yang tidak dapat hidup
tanpa manusia lain. Dalam hal ini tentulah antar manusia akan terjadi suatu
interaksi (komunikasi) untuk berbagai tujuan.
Bahasa
yang digunakan manusia bukanlah bahasa yang bersifat statis, tetapi bahasa
tersebut selalu berkembang sesuai kebutuhan manusia sebagai penggunanya.
Berbagai fenomena yang muncul di dalam kehidupan akan berpengaruh terhadap
penggunaan bahasanya. Sering kali kaidah-kaidah bahasa yang disepakati
mengalami stagnasi menghadapi fenomena penggunaan bahasa pada tataran tertentu.
Dalam
kehidupannya, manusia tidak lepas dari suatu kegiatan yang dinamakan
percakapan. Percakapan pada hakikatnya adalah peristiwa berbahasa lisan antara
dua manusia atau lebih yang pada umumya terjadi dalam suasana santai.
Percakapan sendiri merupakan wadah yang memungkinkan terwujudnya
prinsip-prinsip kerjasama dan sopan santun dalam peristiwa berbahasa. Untuk itu
diperlukan untuk memahami implikatur percakapan, agar apa yang diucapkan dapat
dipahami oleh lawan tutur.
Salah
satu bagian dari kajian pragmatik adalah implikatur percakapan. Dalam suatu
komunikasi, di dalamnya dapat dipastikan akan terjadi suatu percakapan.
Percakapan yang terjadi sering kali mengandung maksud-maksud tertentu yang
berbeda dengan struktur bahasa yang digunakan. Dalam kondisi tersebut suatu
penggunaan bahasa sering kali mempunyai maksud-maksud yang tersembunyi di balik
penggunaan bahasa secara structural. Pada kondisi seperti itulah suatu kajian
implikatur percakapan mempunyai peran yang tepat untuk mengkaji suatu
penggunaaan bahasa.
Menurut
pendapat Grice, implikatur merupakan sebuah proposisi yang diimplikasikan
melalui ujaran dari sebuah kalimat dalam suatu konteks, sekalipun proposisi itu
sendiri bukan suatu bagian dari hal yang dinyatakan sebelumnya. Lebih
singkatnya, Grice (Suyono, 1990: 14) mengatakan implikatur percakapan sebagai
salah satu aspek kajian pragmatic yang perhatian utamanya adalah mempelajari
“maksud suatu ucapan” sesuai dengan konteksnya. Implikatur percakapan dipakai
untuk menerangkan makna implisit dibalik “apa yang diucapkan atau dituliskan”
sebagai “sesuatu yang diimplikasikan”.
Grice
dalam Rustono (1999: 85) juga memperkenalkan verba implicate dan nomina yang terkait dengannya, yaitu implicature dan implicatum. Tuturan mengimplikasi sesuatu, yaitu fungsi pragmatis
lain, yang kemudian disebut implikatur percakapan. Yang dibayangkan oleh
penutur merupakan sesuatu yang diimplikasi oleh tuturan yang kemudian dinamakan
implikasi. Karena implikasi itu hadir dalam kaitan dengan pragmatis. Jadi
implikatur percakapan itu merupakan implikasi pragmatis yang dikandung di dalam
suatu tuturan percakapan akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan.
Selanjutnya, Gunarwan dalam Rustono (1999: 86)
menegaskan tiga hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan implikatur, yaitu:
1) Implikatur itu tidaklah merupakan bagian dari tuturan.
2) Amplikatur itu bukanlah akibat logis tuturan.
3) Mungkin saja sebuah tuturan memiliki lebih dari satu
implikatur dan hal tersebut bergantung pada konteksnya.
Berikut merupakan contoh tuturan di dalam suatu
percakapan yang mengandung suatu implikatur percakapan:
Percakapan
1:
Konteks: Mbak Wid tembe wae mulih saka kampus. Gawa
bungkusan kresek.
(1) Viki :
Apa kuwi, Mbak?
Mba Wid : Arep tak amanke
(2) Viki :
Hloo, apa to mbak?
Mba Wid : Iki lho kucing. Jaman saiki kan tikus doyan
kucing. Ora kaya jaman biyen, kuwalikane kucing sing doyan tikus.
Tuturan Mba Wid dalam percakapan yang (1) melanggar
bidal relevansi, karena tuturan Viki “Apa
kuwi Mbak?” sedangkan Mba Wid sebagai mitra tuturnya menjawab dengan “Arep tak amanke”. Alasannya adalah isi
tuturan tidak relevan dengan topik yang dikembangkan oleh si penutur. Si
penutur menanyakan apa yang dibawa oleh mitra tuturnya, sedangkan jawaban yang
diberikan oleh mitra tutur berisi tentang kata kerja, bahwa dia akan
mengamankan benda yang dibawanya. Karena tidak berkaitan, tuturan Viki di dalam
percakapan (1) tersebut melanggar bidal relevansi.
Pelanggaran bidal relevansi yang terjadi di dalam
tuturan itu hanya memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu
terjadi karena pelanggaran itu berimplikasi adanya implikatur percakapan.
Inferensi terhadap pelanggaran bidal ini menghasilkan simpulan bahwa tuturan
yang tidak mematuhi bidal relevansi itu mengandung implikatur yang menyatakan tindakan.
Implikatur tersebut dinyatakan secara tersirat oleh mitra tutur melalui tuturan
yang tidak terkait dengan isi tuturan.
Tuturan Mba Wid dalam percakapan (2) melanggar bidal
kuantitas karena tuturan yang dituturkan oleh mba Wid berlebihan. Kontribusi
selanjutnya yang dipakai dalam penuturan tersebut tidak sesuai dengan yang
dibutuhkan, terlalu bamyak. Tuturan yang diucapkan Mba Wid melanggar bidal
kuantitas sehingga mengandung implikatur percakapan. Implikatur percakapan itu dapat ditarik atas terjadinya
pelanggaran maksim kuantitas. Inferensi yang
dilakukan terhadap pelanggaran bidal menghasilkan simpulan bahwa tuturan Mba
Wid menyatakan gurauan.
Percakapan
2:
Konteks: Tere tembe wae mulih saka mlayu-mlayu
ngubengi kampus karo cah-cah kos. Mba Nafy ora melu amarga tunggu kos.
Mba Nafy :
Pirang kilo olehe mlay-mlayu ter?
Tere :
Boten tak timbang o, Mbak.
Pelanggaran bidal cara terjadi dalam
percakapan tersebut. Percakapan tersebut ternyata memiliki fungsi sebagai
sumber implikatur percakapan. Inferensi atas pelanggaran bidal tersebut
menghasilkan simpulan bahwa karena tidak mematuhi bidal cara, tuturan yang
diturkan oleh Tere mengandung implikatur percakapan yaitu menyesatkan.
Implikatur itu dinyatakan secara tersirat olehnya melalui tuturan yang ambigu.
Implikatur percakapan akan sangat mungkin
muncul dalam tindak percakapan, terlebih lagi dalam suatu kelompok sosial
tertentu. Dalam suatu kelompok sosial keleompok sosial yang di dalamnya sudah
terdapat berbagai faktor yang memunculkan suatu kedekatan tertentu antar
anggotanya, sangat memungkinkan terjadi implikatur percakapan dalam komunikasi
yang terjadi. Dapat dikatakan, bahwa faktor-faktor tertentu termasuk kedekatan,
akan mempengaryhi suatu bentuk komunikasi yang terjadi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Implikatur percakapan timbul sebagai
akibat dari terjadinya pelanggaran prinsip kerjasama. Karena prinsip kerjasama
ini mencakup empat bidal yaitu bidal kuantitas, bidal kualitas, bidal
relevansi, dan bidal cara; maka pelanggaran prinsip kerjasama yang menjadi
sumber implikatur percakapan juga teerrjadi pada pelanggaran keempat bidal
tersebut. Tiap pelanggaran dalam bentuk terkecilnya sekalipun, seperti
pelanggaran subbidal dari salah satu bidalnya, menjadi sumber implikatur
percakapan.
3.2 Saran
Penulis berharap agar
makalah ini dapat digunakan sebagai penambah khasanah ilmu pengetahuan tentang
kajian ilmu pragmatik. Semoga juga dapat digunakan referensi untuk pengembangan
penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Rustono.
1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang:
CV. IKIP Semarang Press.
Wijaya,
Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta :
ANDI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar