Sabtu, 12 Juli 2014

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DIDASARKAN PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA PADA PERCAKAPAN PENGHUNI KOST APRODHITE



IMPLIKATUR PERCAKAPAN
DIDASARKAN PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA
PADA PERCAKAPAN PENGHUNI KOST APRODHITE

Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pragmatik
Dosen Pengampu: Ermi Dyah Kurnia, S.S., M. Hum.



Oleh:
Tri Nurjanah
2601411131
Rombel 05








JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Menurut Levinson (1983:9) pragmatik adalah kajian tentang deiksis (paling tidak sebagian), implikatur, praanggapan (presupposition), tindak tutur, dan aspek-aspek tutur wacana. Topic implikatur percakapan itu telah mengilhami Grice (1975) untuk menyusun sebuah teori. Teori tentang topik itu dinamakan teori implikatur percakapan dan dikemukakan Grice (1975:41-58) di dalam artikelnya yang berjudul Logic and Conversation.
Pada masa dewasa awal (dalam makalah ini subjek ada pada penghuni Kost Aprodhite) perbendaharaan kata terus meningkat, gaya bahasa seseorang mengalami perubahan, dan seseorang semakin lancar dan fasih dalam berkomunikasi dengan bahasa. Ketrampilan dan performansi bahasa terus berkembang ke arah tercapainya kompetensi berbahasa secara lengkap sebagai kompetensi komunikasi.
Perbandaharaan kata yang semakin kaya menyebabkan semakin pandainya seseorang mengolah kata-kata untuk berkomunikasi. Kalimat-kalimat yang disampaikan terkadang mempunyai makna tersirat, tidak lagi diucapkan secara gamblang. Dalam berkomunikasi tersebut ada aktivitas berpikir untuk mengatakan sesuatu. Bahasa merupakan alat untuk berpikir dan mengekspresikan hasil dari pemikiran tersebut. Jadi berpikir dan berbahasa merupakan dua aktivitas yang saling melengkapi dan terjadi dalam waktu yang relatif bersamaan. Faktor lain yang memegang peranan penting adalah faktor kognisi. Kemampuan kognisi mempengaruhi kemampuan berbahasa seseorang. Walaupun pada dasarnya individu dapat belajar bahasa, namun individu yang nalarnya tinggi, tingkat pencapaian bahasanya cenderung lebih cepat, lebih banyak, lebih bervariasi khasanah bahasanya daripada individu yang kemampuan berpikirnya rendah.
Semakin bertambahnya pengetahuan dan perbendaharaan kata membuat seorang individu dapat melanggar prinsip-prinsip percakapan. Ketika seseorang mengucapkan suatu tuturan, hal yang dituturkan tidak selalu dalam arti yang sama. Arti tuturan bisa tersirat, atau yang dimaksudkan oleh penutur berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan.
Fenomena tersebut tidak lagi asing di kalangan penghuni Kost Aprodhite. Pemerolehan bahasa untuk tingkatan usia mereka bisa dikatakan sudah kompleks. Sehingga mereka bisa lebih mengolah kalimat-kalimat yang akan mereka ucapkan.
1.2              Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimana implikasi pragmatis dalam ilmu pragmatik?
2.      Bagaimana pelanggaran prinsip kerjasama yang dilakukan oleh penghuni Kost Aprodhite?
1.3              Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dari makalah ini adalah:
1.   Mengetahui implikasi pragmatis dalam ilmu pragmatik.
2.   Mengetahui pelanggaran prinsip kerjasama yang dilakukan oleh penghuni Kost Aprodhite.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Landasan Teori
1.1.1     Implikatur Percakapan
Implikatur merupakan salah satu bagian dalam pragmatic. Berkaitan dengan pengrtian, berikut beberapa pengertian tentang implikatur yang dikemukakan oleh ahli-ahli bahasa. Menurut Bron dan Yule (1996: 31) istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur. Pendapat itu bertumpu pada suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara harfiah.
Senada dengan hal tersebut, Grice menunjukkan bahwa sebuah implikatur merupakan sebuah preposisi yang diimplikasikan melalui ujaran dari sebuah kalimat dalam suatu konteks, sekalipun proposisi itu sendiri bukan suatu bagian yang dinyatakan sebelumnya (Gazdar, 1979: 38).
Grice dalam Rustono (1999: 82) menyatakan bahwa implikatur percakapan adalah implikasi pragmatis yang terdapat di dalam percakapan yang timbul akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan. Sejalan dengan batasan tentang implikasi pragmatis, implikatur percakapan itu adalah proposisi atau “pernyataan” implikatif yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur di dalam suatu percakapan.
1.1.2     Prinsip Kerjasama
Di dalam teori implikaturnya, Grice dalam Rustono (1999: 55-57) mengemukakan dua subteori, yang pertama mengenai makna komunikasi dan yang kedua menyangkut penggunaan bahasa. Prinsip kerjasama merupakan pokok subteori tentang penggunaan bahasa. Subteori tentang penggunaan bahasa itu dimaksudkan sebagai upaya membimbing para peserta percakapan agar dapat melakukan percakapan secara kooperatif.
Gunarwan (1994: 52) menulis bahwa di dalam setiap tuturan selalu ada tambahan makna. Tambahan keterangan yang tidak diujarkan oleh penuturnya itu tertangkap juga oleh pendengar sebagaimana mitra tuturnya. Makna ekstra atau makna tambahan itu tidaklah timbul karena penerapan kaidah sintaksis atau kaidah semantic, tetapi karena penerapan kaidah dan prinsip percakapan. Prinsip tersebut oleh Grice (1975) dinamakan prinsip kerjasama atau cooperative principle.
Grice dalam Rustono (1999: 58) mengemukakan prinsip kerjasama yang berbunyi “Make your conversational contribution such as is required, at the stage at wich it occurs, by the accepted purpose or direction of the talk exchange in wich you are enganged” (buatlah sumbangan percakapan anda seperti yang diinginkan pada saat berbicara, berdasarkan tujuan percakapan yang disepakati atau arah percakapan yang sedang anda ikuti). Selanjutnya, prinsip-prinsip ini dijabarkan ke dalam empat bidal. Keempat bidal prinsip kerjasama itu adalah bidal kuantitas (maxim of quantity), bidal kualitas (maxim of quality), bidal relevansi (maxim of relevance), dan bidal cara (maxim of manner).
           2.2 Pembahasan
    2.2.1 Implikatur Percakapan karena Pelanggaran Prinsip Kerjasama
Bahasa merupakan suatu alat yang paling utama untuk berkomunikasi antar manusia. Dengan kata lain, manusia akan sangat bergantung pada suatu bahasa dan mengingat bahwa manusia adalah mahluk sosial, mahluk yang tidak dapat hidup tanpa manusia lain. Dalam hal ini tentulah antar manusia akan terjadi suatu interaksi (komunikasi) untuk berbagai tujuan.
Bahasa yang digunakan manusia bukanlah bahasa yang bersifat statis, tetapi bahasa tersebut selalu berkembang sesuai kebutuhan manusia sebagai penggunanya. Berbagai fenomena yang muncul di dalam kehidupan akan berpengaruh terhadap penggunaan bahasanya. Sering kali kaidah-kaidah bahasa yang disepakati mengalami stagnasi menghadapi fenomena penggunaan bahasa pada tataran tertentu.
Dalam kehidupannya, manusia tidak lepas dari suatu kegiatan yang dinamakan percakapan. Percakapan pada hakikatnya adalah peristiwa berbahasa lisan antara dua manusia atau lebih yang pada umumya terjadi dalam suasana santai. Percakapan sendiri merupakan wadah yang memungkinkan terwujudnya prinsip-prinsip kerjasama dan sopan santun dalam peristiwa berbahasa. Untuk itu diperlukan untuk memahami implikatur percakapan, agar apa yang diucapkan dapat dipahami oleh lawan tutur.
Salah satu bagian dari kajian pragmatik adalah implikatur percakapan. Dalam suatu komunikasi, di dalamnya dapat dipastikan akan terjadi suatu percakapan. Percakapan yang terjadi sering kali mengandung maksud-maksud tertentu yang berbeda dengan struktur bahasa yang digunakan. Dalam kondisi tersebut suatu penggunaan bahasa sering kali mempunyai maksud-maksud yang tersembunyi di balik penggunaan bahasa secara structural. Pada kondisi seperti itulah suatu kajian implikatur percakapan mempunyai peran yang tepat untuk mengkaji suatu penggunaaan bahasa.
Menurut pendapat Grice, implikatur merupakan sebuah proposisi yang diimplikasikan melalui ujaran dari sebuah kalimat dalam suatu konteks, sekalipun proposisi itu sendiri bukan suatu bagian dari hal yang dinyatakan sebelumnya. Lebih singkatnya, Grice (Suyono, 1990: 14) mengatakan implikatur percakapan sebagai salah satu aspek kajian pragmatic yang perhatian utamanya adalah mempelajari “maksud suatu ucapan” sesuai dengan konteksnya. Implikatur percakapan dipakai untuk menerangkan makna implisit dibalik “apa yang diucapkan atau dituliskan” sebagai “sesuatu yang diimplikasikan”.
Grice dalam Rustono (1999: 85) juga memperkenalkan verba implicate dan nomina yang terkait dengannya, yaitu implicature dan implicatum. Tuturan mengimplikasi sesuatu, yaitu fungsi pragmatis lain, yang kemudian disebut implikatur percakapan. Yang dibayangkan oleh penutur merupakan sesuatu yang diimplikasi oleh tuturan yang kemudian dinamakan implikasi. Karena implikasi itu hadir dalam kaitan dengan pragmatis. Jadi implikatur percakapan itu merupakan implikasi pragmatis yang dikandung di dalam suatu tuturan percakapan akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan.
Selanjutnya, Gunarwan dalam Rustono (1999: 86) menegaskan tiga hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan implikatur, yaitu:
1)      Implikatur itu tidaklah merupakan bagian dari tuturan.
2)      Amplikatur itu bukanlah akibat logis tuturan.
3)  Mungkin saja sebuah tuturan memiliki lebih dari satu implikatur dan hal tersebut bergantung pada konteksnya. 
Berikut merupakan contoh tuturan di dalam suatu percakapan yang mengandung suatu implikatur percakapan:
Percakapan 1:
Konteks: Mbak Wid tembe wae mulih saka kampus. Gawa bungkusan kresek.
(1)   Viki                : Apa kuwi, Mbak?
Mba Wid       : Arep tak amanke
(2)   Viki                : Hloo, apa to mbak?
Mba Wid       : Iki lho kucing. Jaman saiki kan tikus doyan kucing. Ora kaya jaman biyen, kuwalikane kucing sing doyan tikus.     
Tuturan Mba Wid dalam percakapan yang (1) melanggar bidal relevansi, karena tuturan Viki “Apa kuwi Mbak?” sedangkan Mba Wid sebagai mitra tuturnya menjawab dengan “Arep tak amanke”. Alasannya adalah isi tuturan tidak relevan dengan topik yang dikembangkan oleh si penutur. Si penutur menanyakan apa yang dibawa oleh mitra tuturnya, sedangkan jawaban yang diberikan oleh mitra tutur berisi tentang kata kerja, bahwa dia akan mengamankan benda yang dibawanya. Karena tidak berkaitan, tuturan Viki di dalam percakapan (1) tersebut melanggar bidal relevansi.
Pelanggaran bidal relevansi yang terjadi di dalam tuturan itu hanya memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena pelanggaran itu berimplikasi adanya implikatur percakapan. Inferensi terhadap pelanggaran bidal ini menghasilkan simpulan bahwa tuturan yang tidak mematuhi bidal relevansi itu mengandung implikatur yang menyatakan tindakan. Implikatur tersebut dinyatakan secara tersirat oleh mitra tutur melalui tuturan yang tidak terkait dengan isi tuturan.
Tuturan Mba Wid dalam percakapan (2) melanggar bidal kuantitas karena tuturan yang dituturkan oleh mba Wid berlebihan. Kontribusi selanjutnya yang dipakai dalam penuturan tersebut tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, terlalu bamyak. Tuturan yang diucapkan Mba Wid melanggar bidal kuantitas sehingga mengandung implikatur percakapan. Implikatur percakapan itu dapat ditarik atas terjadinya pelanggaran maksim kuantitas. Inferensi yang dilakukan terhadap pelanggaran bidal menghasilkan simpulan bahwa tuturan Mba Wid menyatakan gurauan.

Percakapan 2:
Konteks: Tere tembe wae mulih saka mlayu-mlayu ngubengi kampus karo cah-cah kos. Mba Nafy ora melu amarga tunggu kos.
Mba Nafy              : Pirang kilo olehe mlay-mlayu ter?
Tere                       : Boten tak timbang o, Mbak. 
      Pelanggaran bidal cara terjadi dalam percakapan tersebut. Percakapan tersebut ternyata memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Inferensi atas pelanggaran bidal tersebut menghasilkan simpulan bahwa karena tidak mematuhi bidal cara, tuturan yang diturkan oleh Tere mengandung implikatur percakapan yaitu menyesatkan. Implikatur itu dinyatakan secara tersirat olehnya melalui tuturan yang ambigu.
      Implikatur percakapan akan sangat mungkin muncul dalam tindak percakapan, terlebih lagi dalam suatu kelompok sosial tertentu. Dalam suatu kelompok sosial keleompok sosial yang di dalamnya sudah terdapat berbagai faktor yang memunculkan suatu kedekatan tertentu antar anggotanya, sangat memungkinkan terjadi implikatur percakapan dalam komunikasi yang terjadi. Dapat dikatakan, bahwa faktor-faktor tertentu termasuk kedekatan, akan mempengaryhi suatu bentuk komunikasi yang terjadi.
  
BAB III
PENUTUP
3.1       Simpulan
            Implikatur percakapan timbul sebagai akibat dari terjadinya pelanggaran prinsip kerjasama. Karena prinsip kerjasama ini mencakup empat bidal yaitu bidal kuantitas, bidal kualitas, bidal relevansi, dan bidal cara; maka pelanggaran prinsip kerjasama yang menjadi sumber implikatur percakapan juga teerrjadi pada pelanggaran keempat bidal tersebut. Tiap pelanggaran dalam bentuk terkecilnya sekalipun, seperti pelanggaran subbidal dari salah satu bidalnya, menjadi sumber implikatur percakapan.
3.2       Saran
Penulis berharap agar makalah ini dapat digunakan sebagai penambah khasanah ilmu pengetahuan tentang kajian ilmu pragmatik. Semoga juga dapat digunakan referensi untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
 

DAFTAR PUSTAKA
  
Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.

Wijaya, Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta : ANDI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar