Kata
tembang sebagai nyanyian bersinonim
dengan kidung, kakawin, dan gita. Kata kakawin berarti syair, gubahan, kidung, nyanyian. Kata kidung berarti nyanyian, sudah dikenal
sejak terciptanya karya satra Jawa Kuno. Sedangkan kata tembang baru dijumpai dalam karya sastra Jawa
Baru. Kemudian kata kakawin, kidung,
dan tembang digunakan sebagai sebutan
bentuk puisi Jawa secara kronologis. kakawin
merupakan sebutan puisi Jawa Kuno berdasarkan metrum India. Kidung sebagai puisi Jawa pertengahan
berdasarkan metrum jawa dan tembang, adalah
sebutan puisi Jawa baru berdasarkan metrum Jawa. Berkaitan dengan kata tembang, muncul kata macapat yang kemudian
digabung menjadi tembang macapat.
Kata macapat diperkirakan bukan berasal dari bahasa Jawa Kuno atau Kawi dan
bukan berasal dari bahasa Jawa Pertengahan atau Jawa Madya, melainkan dari
bahasa Jawa Baru (Danusuprapta, 1981: 151).
Menurut
Jan Harold Bruvand dalam Danandjaja (2002: 141), “macapat merupakan suatu
nyanyian rakyat yang menjadi salah satu genre
atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar
secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta
banyak mempunyai varian.”
Danandjaja
(2002: 141) dalam bukunya Folklor
Indonesia berpendapat bahwa
Nyanyian
rakyat berasal dari bermacam-macam sumber dan timbul dalam berbagai macam
media. Sering juga nyanyian rakyat ini kemudian dipinjam oleh pengubah nyanyian
professional untuk diolah lebih lanjut menjadi nyanyian pop klasik atau
seriosa. Dalam nyanyian rakyat kata-kata dan lagu merupakan dwitunggal yang tak
terpisahkan, sehingga salah besar jika dalam pengumpulan nyanyian rakyat selalu
dinyanyikan oleh informan dan jarang sekali yang hanya disajakkan saja.
Dalam
buku Pathokaning Nyekaraken karya
Hadjowirogo (1958) dijelaskan bahwa tembang macapat untuk saat ini menjadi
sarana untuk mengolah rasa seni. Para Pujangga Jawa memberikan pitutur luhur
melalui tembang macapat ini. Untuk mempelajari tembang macapat ini tidak hanya diperlukan untuk sekadar mengetahui dan untuk bisa memainkan gendhing saja, namun sangat diperlukan
untuk olah rasa dalam batinnya, contohnya: rasa runtut, patut, hati-hati, tidak
ragu-ragu, mantap, dan lain-lain. Selain itu juga menguatkan rasa kesusilaan
seperti: rasa halus, suci, sentosa, mempunyai wibawa, mandiri, berbudi pekerti,
dan lain-lain.
Macapat merupakan bentuk dari nyanyian
rakyat yang diturunkan secara turun-temurun melalui mulut ke mulut dan akhirnya
berkembang pesat pada kalangan masyarakat. Dimana pewarisannya dapat bersifat
horizontal dan vertikal. Pewarisan secara horizontal merupakan pewarisan dari
kampung ke kampung atau dari kota ke kota. Sedangkan pewarisan secara vertikal
dilakukan di kalangan keluarga (dari bapak ke anak, dari eyang ke cucu). Dalam
dunia Jawa, ada 11 jenis tembang macapat yaitu mijil, kinanti, sinom,
asmaradana, dandhanggula, gambuh, maskumambang, pangkur, durma, megatruh,
pocung. Kesebeleas tembang tersebut merupakan siklus kehidupan orang Jawa,
dengan penjelasan sebagai berikut:1. Mijil. Intinya adalah seseorang yang baru keluar
dari perut ibu. Watak tembang Mijil adalah prihatin2. Kinanthi adalah siklus dimana anak dirawat
oleh orangtuanya. Watak tembang Kinanthi adalah asih,
luwes3. Sinom berati anak yang masih muda (nom. Bahasa Indonesia : muda). Watak tembang Sinom
adalah ngresepake4.
Asmarandhana. Tembang ini
mempunyai arti : seseorang yang sedang jatuh cinta (asmara). Watak tembang
Asmarandhana adalah gepyak, sengsem5.
Dhandanggula berati
kehidupan yang berjalan manis. Watak tembang ini juga sama dengan tembang
Sinom, yaitu adalah ngresepake6. Gambuh. Gambaran tembang gambuh adalah kehidupan
yang penuh tanggung jawab. Berwatak ngresepake7.
Maskumambang berati wis tuwa uripe mambang. Berwatak ngeres8. Pangkur. Tembang Pangkur berati mundur ing padunyan. Wataknya sereng9. Durma. Berati soyo mundur.
Wataknya pun galak10.
Megatruh berasal dari 2
kata, yaitu pegatan (Bahasa Indonesia :
perceraian) dan ruh(Roh). Jadi berati berpisahnya
ruh dengan jasad. Berwatak ngadalangut
11. Pocung berati mati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar