Jumat, 11 Juli 2014

Tembang Macapat

Kata tembang sebagai nyanyian bersinonim dengan kidung, kakawin, dan gita. Kata kakawin berarti syair, gubahan, kidung, nyanyian. Kata kidung berarti nyanyian, sudah dikenal sejak terciptanya karya satra Jawa Kuno. Sedangkan kata tembang baru dijumpai dalam karya sastra Jawa Baru. Kemudian kata kakawin, kidung, dan tembang digunakan sebagai sebutan bentuk puisi Jawa secara kronologis. kakawin merupakan sebutan puisi Jawa Kuno berdasarkan metrum India. Kidung sebagai puisi Jawa pertengahan berdasarkan metrum jawa dan tembang, adalah sebutan puisi Jawa baru berdasarkan metrum Jawa. Berkaitan dengan kata tembang, muncul kata macapat yang kemudian digabung menjadi tembang macapat. Kata macapat diperkirakan bukan berasal dari bahasa Jawa Kuno atau Kawi dan bukan berasal dari bahasa Jawa Pertengahan atau Jawa Madya, melainkan dari bahasa Jawa Baru (Danusuprapta, 1981: 151).
Menurut Jan Harold Bruvand dalam Danandjaja (2002: 141), “macapat merupakan suatu nyanyian rakyat yang menjadi salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan diantara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian.”
Danandjaja (2002: 141) dalam bukunya Folklor Indonesia berpendapat bahwa
Nyanyian rakyat berasal dari bermacam-macam sumber dan timbul dalam berbagai macam media. Sering juga nyanyian rakyat ini kemudian dipinjam oleh pengubah nyanyian professional untuk diolah lebih lanjut menjadi nyanyian pop klasik atau seriosa. Dalam nyanyian rakyat kata-kata dan lagu merupakan dwitunggal yang tak terpisahkan, sehingga salah besar jika dalam pengumpulan nyanyian rakyat selalu dinyanyikan oleh informan dan jarang sekali yang hanya disajakkan saja.
Dalam buku Pathokaning Nyekaraken karya Hadjowirogo (1958) dijelaskan bahwa tembang macapat untuk saat ini menjadi sarana untuk mengolah rasa seni. Para Pujangga Jawa memberikan pitutur luhur melalui tembang macapat ini. Untuk mempelajari tembang macapat ini tidak hanya diperlukan untuk  sekadar mengetahui dan untuk bisa memainkan gendhing saja, namun sangat diperlukan untuk olah rasa dalam batinnya, contohnya: rasa runtut, patut, hati-hati, tidak ragu-ragu, mantap, dan lain-lain. Selain itu juga menguatkan rasa kesusilaan seperti: rasa halus, suci, sentosa, mempunyai wibawa, mandiri, berbudi pekerti, dan lain-lain. 
Macapat merupakan bentuk dari nyanyian rakyat yang diturunkan secara turun-temurun melalui mulut ke mulut dan akhirnya berkembang pesat pada kalangan masyarakat. Dimana pewarisannya dapat bersifat horizontal dan vertikal. Pewarisan secara horizontal merupakan pewarisan dari kampung ke kampung atau dari kota ke kota. Sedangkan pewarisan secara vertikal dilakukan di kalangan keluarga (dari bapak ke anak, dari eyang ke cucu). Dalam dunia Jawa, ada 11 jenis tembang macapat yaitu mijil, kinanti, sinom, asmaradana, dandhanggula, gambuh, maskumambang, pangkur, durma, megatruh, pocung. Kesebeleas tembang tersebut merupakan siklus kehidupan orang Jawa, dengan penjelasan sebagai berikut:1. Mijil. Intinya adalah seseorang yang baru keluar dari perut ibu. Watak tembang Mijil adalah prihatin2. Kinanthi adalah siklus dimana anak dirawat oleh orangtuanya. Watak tembang Kinanthi adalah asih, luwes3. Sinom berati anak yang masih muda (nom. Bahasa Indonesia : muda). Watak tembang Sinom adalah ngresepake4. Asmarandhana. Tembang ini mempunyai arti : seseorang yang sedang jatuh cinta (asmara). Watak tembang Asmarandhana adalah gepyak, sengsem5. Dhandanggula berati kehidupan yang berjalan manis. Watak tembang ini juga sama dengan tembang Sinom, yaitu adalah ngresepake6. Gambuh. Gambaran tembang gambuh adalah kehidupan yang penuh tanggung jawab. Berwatak ngresepake7. Maskumambang berati wis tuwa uripe mambang. Berwatak ngeres8. Pangkur. Tembang Pangkur berati mundur ing padunyan. Wataknya sereng9. Durma. Berati soyo mundur. Wataknya pun galak10. Megatruh berasal dari 2 kata, yaitu pegatan (Bahasa Indonesia : perceraian) dan ruh(Roh). Jadi berati berpisahnya ruh dengan jasad. Berwatak ngadalangut 11. Pocung berati mati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar